Balam – Serikat Pekerja Media di Lampung mulai bangkit bertepatan pada Hari Kebebasan Pers Sedunia 2023 pada Rabu (3/5/2023).
AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Kota Bandar Lampung menggelar konsolidasi untuk membentuk Serikat Pekerja Lintas Media di Lampung.
“Selama ini belum ada wadah perlindungan bagi pekerja media di Lampung. Padahal, kondisi pekerja media kian memprihatinkan,” ujar Ketua AJI Bandar Lampung, Dian Wahyu Kusuma.
Mulai dari pemotongan upah, gaji di bawah UMP (Upah Minimum Provinsi), PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) sepihak.
Baca Juga: Serikat Pekerja Media Kalah Populer dengan Serikat Buruh
Terutama pekerja media perempuan yang mengalami beban ganda, tidak mendapatkan cuti hamil, dan rentan mengalami kekerasan.
Menurut Dian, pembentukan Serikat Pekerja Media di Lampung sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja media.
“Keberadaan serikat pekerja media bisa membantu advokasi terkait pemenuhan hak-hak normatif pekerja media,” kata dia.
Baca Juga: Jurnalis Lampung Harus Berserikat Jika Ingin Sejahtera
AJI Bandar Lampung telah memotret nasib pekerja media pasca pandemi Covid-19 sebelum menggagas kebangkitan Serikat Pekerja Media.
Pada 2020, AJI Bandar Lampung menerima laporan, beberapa perusahaan media menempuh langkah efisiensi akibat pandemi Covid-19.
Seperti memangkas jumlah karyawan, memotong tunjangan makan dan transportasi, serta memotong upah jurnalis.
Kemudian, sejumlah perusahaan pers dilaporkan menunda pembayaran upah jurnalis.
“Pandemi juga berdampak pada performa bagian redaksi perusahaan media. Jam kerja menjadi tidak menentu dan lebih panjang,” ujar Dian.
Beban kerja meningkat dengan adanya pengurangan karyawan di tingkat pusat dan pengurangan biaya produksi.
“Hal ini memengaruhi kualitas konten atau program media,” kata Dian.
Selanjutnya, pada 2021, AJI melakukan riset yang memotret kondisi jurnalis perempuan di Lampung.
Riset AJI menemukan sedikitnya 10 dari 30 jurnalis perempuan menerima upah sekitar Rp1 juta-Rp2,3 juta. Kemudian, satu jurnalis perempuan mendapat upah kurang dari Rp1 juta per bulan.
Sementara, UMP Lampung tahun 2021 ditetapkan sebesar Rp2.432.001.
“Artinya, sekitar 37,9 persen jurnalis perempuan menerima upah di bawah UMP,” jelas Dian.
Lalu, dua dari 30 jurnalis perempuan tersebut juga pernah mengalami pemotongan upah.
“Banyak dari mereka juga belum mendapatkan jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan. Bahkan, ada yang mengaku tidak mendapatkan cuti ketika sedang hamil,” kata Dian.
Terbaru, pada 29 Desember 2022, salah satu pekerja media di Lampung mengalami PHK sepihak oleh perusahaan tempatnya bekerja.
Serikat Pekerja Media di Lampung mulai bangkit. Hari ini, AJI Bandar Lampung bersama LBH Pers Lampung, dan FJPI (Forum Jurnalis Perempuan Indonesia) Lampung menggelar acara diskusi.
Diskusi publik dan Launching Serikat Pekerja Media berlangsung di Kafe Teman Kopi, Way Halim, pada Jumat (5/5/2023) sore pukul 15.00 WIB.
Diskusi publik ini menandai peluncuran Serikat Pekerja Media di Lampung.
Dian menjelaskan UU Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 juga berkelindan dengan pemenuhan hak-hak pekerja.
Selain kesejahteraan, ujar dia, jurnalis di Lampung mesti bergelut dengan kekerasan dan ancaman kriminalisasi.
“Selama empat tahun terakhir, tercatat 21 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Namun, tak satupun kasus tersebut masuk ke pengadilan,” kata dia.
Kemudian, selama tahun 2022, satu jurnalis dilaporkan ke polisi menggunakan UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) terkait pemberitaan.
Satu jurnalis lainnya digugat perdata di pengadilan berdasarkan pemberitaan.
“Jurnalis tersebut mesti menjalani sidang selama setahun lebih, hingga akhirnya putusan pengadilan menyatakan menolak gugatan tersebut,” jelas Dian.
Oleh karena itu, AJI Bandar Lampung menggelar diskusi publik untuk membahas berbagai persoalan di atas.
“Khususnya nasib pekerja media di Lampung dan pentingnya berserikat,” pungkas Dian.