Balam – Serikat Pekerja Media kalah populer dengan Serikat Buruh.
Direktur LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Pers Lampung, Chandra Bangkit Saputra, mengungkap persoalan utama di balik tidak populernya istilah Serikat Pekerja Media atau Serikat Pekerja Pers.
“Persoalannya adalah apakah kawan-kawan jurnalis mau disebut buruh?” Ujar Chandra dalam Diskusi Publik “Rentannya Nasib Pekerja Media dan Pentingnya Berserikat” di Teman Kopi, Kota Bandar Lampung, Jumat (5/5/2023).
Acara ini digelar AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Bandar Lampung dengan menghadirkan narasumber dari LBH Pers Lampung, LBH Bandar Lampung, dan FJPI (Forum Jurnalis Perempuan Indonesia) Lampung.
Baca Juga: Serikat Pekerja Media di Lampung Mulai Bangkit
Menurut Chandra, pekerjaan jurnalis meskipun sebuah profesi adalah bagian dari buruh.
“Merujuk undang-undang, buruh adalah seseorang yang diupah orang, perusahaan, atau badan hukum lainnya. Artinya, jurnalis adalah buruh,” kata dia.
UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
“Ketika jurnalis adalah buruh, maka konsekuensinya adalah tunduk dan patuh pada UU Ketenagakerjaan, artinya sama dengan buruh di luar sana,” tegas Chandra.
LBH Pers Lampung dan LBH Bandar Lampung menemukan fakta menarik seputar pemenuhan hak pekerja media dan Serikat Buruh.
LBH Bandar Lampung, setiap tahun, membuka posko aduan THR (Tunjangan Hari Raya) Keagamaan bagi pekerja atau buruh perusahaan yang haknya tidak diberikan.
Chandra menyampaikan LBH Pers Lampung menemukan fakta menarik bahwa pelaporan di posko aduan LBH Bandar Lampung didominasi oleh buruh.
“Kawan-kawan buruh di pabrik itu banyak pelaporan. Tapi, belum pernah ada pelaporan dari kawan-kawan jurnalis,” kata Chandra.
Tidak hanya pemenuhan hak atas THR, lanjut dia, bahkan pelaporan gaji jurnalis di bawah standar UMP (Upah Minimum Provinsi) yang telah ditetapkan pemerintah juga tidak ada.
“Saya yakin kawan-kawan jurnalis paham UU Ketenagakerjaan. Namun, tidak ada edukasi bagi dirinya sendiri untuk melawan,” sesal Chandra.
Serikat Pekerja Media kalah populer dengan Serikat Buruh.
Chandra menjelaskan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers tidak mengatur tentang hak dan kewajiban jurnalis sebagai pekerja perusahaan media.
“Hal itu dicover di UU Ketenagakerjaan, artinya kawan-kawan jurnalis yang bernaung di perusahaan media tunduk dan patuh terhadap UU Ketenagakerjaan, baik hak dan kewajiban,” tutup dia.