Balam – Perempuan dan anak di Lampung rentan jadi korban konflik sosial seperti konflik agraria dan union busting atau pemberangusan serikat buruh di perusahaan.
“Artinya, ketika ada konflik sosial, yang bersentuhan pertama kali adalah perempuan,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung, Ana Yunita Pratiwi.
Hal itu disampaikan usai acara diskusi publik yang digelar LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Bandar Lampung dan Konsentris.id pada Jumat, 24 Februari 2023, di Aula Penyejuk Jiwa.
Kegiatan dengan tema “Perempuan dan Problem Struktural” diikuti komunitas Perempuan Malangsari, Lampung Selatan, dan SBPSI (Serikat Buruh Phillips Seafoods Indonesia) Kota Bandar Lampung, serta kelompok masyarakat sipil.
Baca Juga: 40 Buruh Perempuan di Bandar Lampung Tolak Di-PHK
Ana menuturkan 40 persen perempuan di Lampung bekerja di ranah informal di antaranya pertanian, perkebunan, perhutanan, perburuhan.
“Data ini menunjukkan bahwa resistensi dan kerentanan perempuan, ketika ada situasi konflik, itu tinggi,” ujar dia.
Dia meminta agar Pemerintah Provinsi Lampung memberikan atensi terhadap konflik-konflik sosial yang terjadi di masyarakat.
Provinsi Lampung rentan konflik sosial karena merupakan daerah perkebunan dan pertanian yang juga sekaligus kantung berbagai perusahaan yang mempekerjakan perempuan.
“Ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah daerah untuk memastikan rasa aman dan tidak takut terhadap hak-hak atas keberlangsungan hidup yang dijamin oleh negara,” kata Ana.
Maraknya konflik agraria dan buruh di Provinsi Lampung, lanjut dia, menjadi refleksi bagi pemerintah provinsi terkait implementasi rencana aksi daerah yang telah disusun pada April 2022 lalu.