Balam – Koalisi Gerakan Masyarakat atau Gema Lampung tolak Perppu Cipta Kerja.
Gema Lampung menggelar aksi penolakan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja di Tugu Adipura Kota Bandar Lampung, Selasa, 14 Maret 2023.
“Kami mengusung tema menolak segala kebijakan rezim yang anti rakyat,” kata Radian Anwar dari Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).
Aksi tolak Perppu Cipta Kerja ini diikuti persatuan buruh, petani, mahasiswa, pelajar, nelayan, jurnalis, masyarakat miskin kota, dari berbagai elemen masyarakat sipil yang tergabung dalam Forum Jaringan Organisasi Masyarakat Sipil.
Forum ini terdiri dari Solidaritas Perempuan Sebay lampung, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) lampung, Lembaga Advokasi Anak (LadA) Damar, Advokasi Perempuan Damar, LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Bandar Lampung.
AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Kota Bandar Lampung, PPNI (Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia), SBMI (Serikat Buruh Migran Indonesia) Lampung, LMID (Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi), SMI (Serikat Mahasiswa Indonesia), dan Gaya Lentera Muda (Gaylam) Lampung.
Baca Juga: Pembangunan di Lampung Belum Responsif Gender
Radian Anwar mengatakan aksi Gema Lampung tolak Perppu Cipta Kerja merupakan rangkaian acara peringatan International Women’s Day 2023 yang dimulai sejak 6 Maret lalu.
“Terdapat beberapa tuntutan Gema Lampung yang utamanya adalah cabut Perppu Cipta Kerja,” ujar Ai sapaan akrab Radian Anwar.
Tuntutan lainnya adalah mendesak pemerintah untuk mencabut UU KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Serta mengesahkan RUU PPRT (Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga).
Baca Juga: 19 Tahun RUU PPRT Tak Kunjung Disahkan
Ai memandang rezim pemerintah hari ini secara vulgar melakukan pembangkangan konstitusi dengan tidak menjalankan putusan MK (Mahkamah Konstitusi) Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
“Seharusnya, negara melakukan koreksi terhadap putusan MK. Namun, pada akhir tahun kemarin, tepatnya 30 Desember 2022, Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu Cipta Kerja,” kata Ai.
Dia menilai perppu hanya bisa diterbitkan jika situasi negara dalam keadaan genting.
“Dan kita tahu hari ini tidak ada hal itu. Jadi bisa kita simpulkan bahwasanya (Perppu Cipta Kerja) ini demi kepentingan investor dan investasi belaka,” tutup Ai.
Baca Juga: 40 Buruh Perempuan di Bandar Lampung Tolak Di-PHK
Perjalanan Perppu Cipta Kerja
UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja disahkan pada 5 Oktober 2020 dan mulai berlaku 11 November 2020.
Kebijakan ini memicu protes besar-besaran kalangan buruh dengan menggelar aksi mogok nasional pada Oktober 2020 lalu.
Unjuk rasa juga dilakukan oleh para mahasiswa di sejumlah daerah di tanah air.
Banyak pihak melakukan permohonan uji formil dan materil ke MK (Mahkamah Konstitusi).
Pada 25 November 2021, MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dalam Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
Putusan inkonstitusional bersyarat terhadap Omnibus Law ini diberikan MK karena UU Cipta Kerja dianggap cacat secara formal dan cacat prosedur.
Baca Juga: Dukung Perempuan Korban Kekerasan Seksual Lewat Aplikasi Campaign
MK memerintahkan pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan.
Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen.
Sebagai tindak lanjut Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, Presiden Joko Widodo menetapkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Cipta Kerja pada 30 Desember 2022.