Balam – Yayasan Mitra Bentala menilai kebijakan pemerintah pusat yang memperbolehkan ekspor pasir laut tidak sejalan dengan RZWP3K Lampung.
Salah satu isi dari Perda Nomo 1 Tahun 2018 tentang RZWP3K adalah melarang semua aktivitas tambang pasir atau pengerukan pasir laut di seluruh wilayah Pesisir Lampung.
“Memprihatinkan sekali pemerintah pusat dan daerah tidak seirama,” ujar Manager Advokasi Mitra Bentala, Mashabi, di Bandar Lampung, Selasa (30/5/2023).
Baca Juga: 4 Pulau di Lampung Terancam Tenggelam
Diketahui, Presiden RI Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut pada 15 Maret 2023.
Sementara, sejak 2018 lalu, Pemerintah Provinsi Lampung telah memiliki Perda Nomor 1 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Laut dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K).
PP Nomor 26 Tahun 2023 yang memperbolehkan ekspor pasir laut tidak sejalan dengan RZWP3K Lampung.
Menurut Mitra Bentala, PP tersebut mengancam zona perikanan berkelanjutan yang tertuang dalam Perda RZWP3K Lampung.
“Terbitnya PP ini menunjukan pemerintah tidak serius untuk pengelolaan wilayah pesisir yang berkelanjutan yang sering digaungkan,” kata Mashabi.
Perda RZWP3K tidak sejalan dengan kebijakan ekspor pasir laut yang mengancam kehidupan nelayan.
Direktur Mitra Bentala, Rizani, menegaskan PP Nomor 26 Tahun 2023 membuka keran ekploitasi pasir laut yang lebih masif dan merusak lingkungan, terutama kawasan tangkap nelayan.
“Nelayan di Pantai Timur Lampung banyak penolakan terhadap tambang pasir. Kenapa pemerintah malah membuat peluang diizinkan tambang pasir laut,” ujar Rizani.
Baca Juga: Konsorsium Advokat Hijau Provinsi Lampung
Pesisir Pantai Timur Lampung menjadi salah satu wilayah yang terancam aktivitas pengerukan pasir laut.
“Dan jika ini terjadi maka akan berakibat konflik dan rusaknya ekosistem pesisir tempat hidupnya biota laut,” kata Rizani.